"Ketahuilah waktu tak pernah
berhenti berputar"- Naura Faisa
Seorang anak hidup di tengah keluarga yang bahagia. Namun, dia selalu menganggap semua kebahagiaan itu adalah hal yang biasa. Ia kerap bermain dan mengganggu kakaknya. Membuat masalah kepada orang lain adalah kesukaannya. Ketika dia di suruh meminta maaf dia selalu berkata, "Tidak sekarang ya. Besok kan bisa!"
Disekolah dia juga mendapatkan banyak teman. namun, dia menganggap hal itu biasa-biasa saja. Suatu hari ia berkelahi dengan teman baiknya. Walaupun ia tahu itu hal yang salah, ia tak pernah ambil inisiatif untuk meminta maaf. Alasannya,"Tidak apa-apa, besok kan bisa!". Setelah menyelesaikan pendidikan dan memperoleh pekerjaan, ia menjadi sangat sibuk. Ia juga bertemu dengan gadis yang sangat cantik dan baik kemudian menjadi pacarnya. Berjalannya waktu membuat ia rindu kepada teman-temannya. Kesibukannya di kantor membuatnya tak punya waktu untuk teman-temannya, sekalipun hanya lewat telepon. Ia selalu berkata "Ah, aku hari ini letih sekali. Besok sajalah aku menghubungi mereka." penundaan yang ia lakukan benar-benar membuatnya tak punya waktu untuk teman-temannya. Setelah menikah dan punya anak, ia bekerja lebih keras agar dapat membahagiakan keluarganya. Ia tak pernah membeli bunga untuk istrinya, ataupun mengingat hari ulang tahun istrinya dan hari pernikahan mereka. Istrinya pun selalu memahami keadaannya. Namun kadang-kadang hadir perasaan bersalah dari dalam dirinya dan sangat ingin menyatakan kepada istrinya bahwa ia sangat mencintai istrinya, tapi ia tak pernah melakukannya karena ia pikir masih ada hari esok. Kesibukannya membuat ia tidak datang dalam acara ulang tahun anak-anaknya, tapi ia menyadari bahwa sikapnya sangat berpengaruh kepada anak-anaknya. anak-anaknya mulai menjauhinya dan tidak pernah menghabiskan waktu dengan ayahnya. Suatu hari, kemalangan datang. Istrinya mengalami tabrak lari hingga meninggal dunia. Ketika peristiwa itu terjadi, ia sedang rapat. Laki-laki itu remuk hatinya. ia belum sempat berkata "aku mencintaimu" kepada istrinya. Ia mencoba menghibur dirinya melalui anak anaknnya setelah kematian istrinya. Tapi, ia baru sadar bahwa anak-anaknya tidak mau berkomunikasi dengannya. Setelah anak-anaknya dewasa dan mulai hidup dengan keluarganya masing-masing, tak ada lagi yang peduli padanya. Saat ia mulai renta, ia memilih untuk pindah ke rumah jompo. Ia menghabiskan uang yang semula untuk perayaan hari pernikahan dengan istrinya. tapi, kini di pakai untuk membayar biaya tinggal di rumah jompo tersebut. Saat itu hanya ada orang-orang tua dan suster yang merawatnya hingga ia meninggal dunia. Ia sangat kesepian, perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Saat hendak menghembuskan nafas terakhirnya, ia memanggil seorang suster dan berkata padanya, "Ah, andai saja aku menyadari hal ini sejak dulu" kemudian, ia meninggal dunia dengan air mata yang menetes di pipinya.